Iklan
Ilustrasi |
Pemerintah, DPR, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyepakati tanggal pemungutan suara Pilkada dihelat 27 November 2024. Artinya sejumlah daerah akan mengalami kekosongan kepala daerah defenitif lantaran habis masa jabatan.
Pada tahun 2022 misalnya, terdapat 101 kepala daerah habis masa jabatannya. Sementara secara total akan ada 271 daerah yang akan mengalami kekosongan hingga Pilkada serentak di 2024.
Guna mengantisipasi kekosongan kekuasaan, UU Pilkada memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengangkat penjabat kepala daerah dari kalangan ASN. Penjabat (Pj) Gubernur dipilih oleh Presiden, sedangkan penjabat (Pj) bupati/wali kota dipilih Mendagri.
Aturan tersebut bisa menjadi ajang pembuktian diri birokrat dalam tanda kutip hal yang positif dalam memimpin dan mengelola daerah untuk mensejahterakan masyarakat jangan sampai sama saja dengan kepala daerah hasil pilkada langsung yang sering tersandung kasus hukum.
Tetapi mereka yang berlatar belakang birokrat umumnya kepemimpinannya bakal berjalan normatif, prosedural, formalistik, dan sangat hati - hati, serta cenderung miskin kreativitas dan inovasi.
kepemimpinan berlatar belakang birokrasi biasanya menghindari terobosan kinerja yang sifatnya out of the box atau senang di zona nyaman.
Karenanya, diharapkan kepada Pj kepala daerah ditantang dan dituntut untuk membuktikan mereka sanggup keluar dari zona nyaman dan melakukan perubahan siginfikan di daerah yang mereka pimpin. Kemudian, melakukan terobosan untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat.
Apalagi, Pj kepala daerah memiliki beban etis dan moral karena diangkat tanpa proses yang demokratis, transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Sehingga, evaluasi mutlak harus dilakukan, agar waktu dan sumber daya tidak sia-sia. Dalam menempatkan Pj di daerah, tentu Mendagri atau presiden memiliki pertimbangan politis.
Orang-orang yang dipilih tentu mereka yang bisa mendukung kebijakan dan Visi misi pemerintah pusat sampai selesai . Jangan sampai Pj kepala daerah membawa nafsu politik pribadi seperti ada niat untuk maju Pilkada kedepannya atau bahkan jadi agen partai politik tertentu karena ingin balas budi.
Jangan sampai masyarakat berpikir Pj kepala daerah yang dikirim adalah utusan Partai politik tertentu dan ada kalkulasi politik yang akan mengarah pada pilkada maupun pilpres nanti , tetapi masyakarat berharap Pj kepala daerah yang sudah di pilih fokus bekerja dengan baik dan memberikan warna baru dalam kemakmuran masyarakat dan dapat membuktikan kepemimpinan dari birokrat tidak kalah baik atau bahkan lebih baik dari hasil pilkada apalagi Anda terpilih jadi Pj kepala daerah berdasarkan kinerja dan sudah melalui seleksi yang ketat .
Harapan kepada Mendagri untuk tidak segan mencopot Pj kepala daerah yang bekerja buruk dan memberikan penghargaan kepada Pj yang kerjanya berkualitas.
Penulis : GUNAWAN S.IP
(Pengamat Kebijakan Publik dari Aceh Singkil)