Iklan
Eko Hadi Kusuma memeriksa buah anggur. |
Aceh Singkil - Di tengah keterbatasan lahan dan modal, Eko Hadi Kusuma, seorang petani muda asal Desa Lae Butar, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, berhasil mengubah pekarangan rumahnya di komplek lapangan Mariam Sipoli menjadi ladang bisnis yang menguntungkan. Dengan tekad dan semangat pantang menyerah, Eko telah mengembangkan budidaya anggur di lahan pekarangan rumahnya yang berukuran hanya 18 kali 45 meter.
Setelah setahun berjuang dan melakukan riset, hasil kerja keras Eko akhirnya mulai membuahkan hasil. Sebagai seorang petani milenial, Eko berhasil mengembangkan budidaya anggur dengan menanam 180 batang anggur dari 22 varietas, antara lain Transfiguration, Akademic, Baikonur, Dixon, dan lainnya.
Kini, sebanyak 9 varietas anggur yang ditanam oleh Eko telah berbuah dengan hasil mencapai 5 kilogram per batang dan berpotensi mencapai 30 kilogram per batang. Keberhasilan ini juga terlihat dari variasi harga jual anggur yang bervariasi. Varietas termurah seperti Jupiter dan Ninel dijual mulai dari Rp. 80.000 per kilogram, sementara varietas termahal seperti Shine Muscat dijual dengan harga Rp. 250.000 per kilogram.
Pembeli memetik buah anggur sendiri. |
Prestasi Eko tidak hanya terbatas pada hasil panen anggur, namun juga dalam penjualan bibit anggur. Meskipun penjualan anggur masih terbatas pada masyarakat sekitar, Eko telah berhasil menjual ratusan bibit anggur dengan harga Rp. 180.000 hingga Rp. 250.000 per batang. Tak hanya dari Aceh, pembeli bibit anggur juga berasal dari provinsi di luar Aceh.
Eko Hadi Kusuma, sang petani anggur, mengatakan bahwa ketertarikannya untuk mengembangkan budidaya anggur berasal dari nilai ekonomis yang tinggi serta masa produktif yang panjang.
"Buah anggur itu memiliki prestise tinggi dibandingkan dengan buah buah yang lain, Kemudian untuk masa hidup dia juga sama seperti tanaman tanaman tahunan yang lainnya seperti durian, alpukat atau bahkan sama seperti tanaman perkebunan seperti kelapa sawit karena masa hidup produksinya dia bisa sampai 30 sampai 50 tahun. Jadi untuk investasi jangka panjang juga sangat menjanjikan" Ucap Eko.
Dengan tekad dan semangat juang yang kuat, Eko membuktikan bahwa budidaya anggur dapat menjadi sumber penghasilan yang menguntungkan meskipun hanya dilakukan di pekarangan rumah. Ia berharap bahwa budidaya anggur di Aceh Singkil terus berkembang dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat, serta menjadi inspirasi bagi petani milenial lainnya.
Bibit anggur milik Eko. |
Kisah sukses Eko Hadi Kusuma ini memberikan inspirasi bagi para petani milenial di Aceh Singkil dan sekitarnya untuk menggali potensi dan peluang bisnis di sektor pertanian. Meskipun modal terbatas dan lahan sempit, dengan tekad dan semangat yang tinggi, serta inovasi dalam mengelola sumber daya yang ada, petani milenial seperti Eko bisa mencapai kesuksesan dalam mengubah pekarangan rumah menjadi sumber penghasilan yang menguntungkan.
Eko juga berbagi pengalaman dan pengetahuannya kepada petani lokal lainnya tentang teknik budidaya anggur yang berhasil ia terapkan, termasuk pemilihan varietas yang sesuai dengan kondisi lingkungan, pengelolaan hama dan penyakit, serta teknik pemupukan yang efektif. Hal ini telah mendorong masyarakat lokal untuk mencoba mengembangkan budidaya anggur di pekarangan rumah mereka sendiri.
Dampak positif dari keberhasilan Eko tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga pada aspek lingkungan dan sosial, Eko juga telah menjadi inspirasi bagi petani milenial lainnya untuk berinovasi, mengelola sumber daya yang ada secara berkelanjutan, serta berperan aktif dalam memajukan sektor pertanian di daerah mereka.
Melalui dedikasinya, Eko Hadi Kusuma telah membuktikan bahwa dengan tekad, semangat pantang menyerah, dan inovasi, petani milenial dapat mengubah pekarangan rumah mereka menjadi sumber penghasilan yang menguntungkan. Kisah sukses Eko menjadi inspirasi bagi petani lainnya untuk menggali potensi dan peluang bisnis di sektor pertanian, serta berperan dalam pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal.